Mengungkap Misteri Kerajaan Gaib Sungai Walanae Di Kabupaten Bone

Bone//newsbentang.com - Sungai Walanae yang melintasi wilayah kabupaten Bone, Wajo, dan Soppeng, berhubungan erat dengan sungai Cenrana di wilayah Bone yang bermuara di Teluk Bone. Kedua sungai tersebut menyimpan sejuta misteri yang sangat menarik diungkap untuk dikisahkan.

Sungai yang merupakan salah satu urat nadi perekonomian masyarakat di tiga kabupaten itu, sering dipergunakan sebagai sarana transportasi antar pulau. Kapal-kapal yang mengangkut kayu olahan dari Sulawesi Tenggara dan Kalimantan, sering melalui sungai tersebut. Begitu pula hasil-hasil pertanian seperti beras dari tiga kabupaten itu juga diangkut oleh kapal-kapal itu untuk dijual ke Kalimantan, Maluku bahkan hingga ke Papua.

Keangkeran kedua sungai itu sudah sangat dikenal oleh masyarakat sekitarnya, terlebih bagi warga pendatang yang ingin melintas di kedua sungai tersebut.

Biasanya orang-orang sekitar sungai sering memperingati apabila ada orang baru yang akan menyeberangi sungai itu. ” hati-hati ki, ndi beri salam ki dulu baru turun ke sungai” kata si tukang perahu memperingati. Karena orang pendatang yang takabur biasanya mendapat musibah di sungai itu.

Sekitar tahun 2000 lalu rombongan mahasiswa Unhas melakukan KKN di daerah itu. Mereka dibagi menjadi beberapa kelompok kerja ada di desa Uloe, Pakkasalo, dan desa Tawaroe.

Karena sebagian masyarakat di tiga desa itu beraktivitas di sungai, maka mahasisiwa itu pun mandi dan mencuci di sungai.

Pagi itu, lima orang mahasiswi pergi mandi di sungai Walanae, ketika akan mandi di tempat biasanya, nampak seekor buaya besar lagi berenang dipinggir sungai. Hal yang jarang dilihat sebelumnya.

“rupanya mahasiswi itu tidak merasa takut, bahkan mereka kembali ke rumah mengambil kamera untuk mengabadikan buaya itu.

Karena masih penasaran, sore harinya mereka kembali lagi ke sana bertiga dengan ditemani seorang anak kecil yang kebetulan warga asli setempat.

Alasannya karena mahasiswi asal Takalar ingin belajar berenang. Mahasiswi asal Bulukumba itu yang akan mengajarinya, tapi dia bicara agak sombong.

Dia berkata bahwa sedangkan laut di Tanjung Bira tidak kutakuti apalagi cuma sungai seperti ini” ujarnya.

Tak lama mereka berenang, musibah pun datang, ketiga mahasisiwi itu tenggelam. Tapi yang satunya berhasil selamat setelah ditolong oleh anak kecil itu, sedangkan mahasiswi asal Takalar dan Bulukumba meninggal dunia.

Menurut penuturan mahasiswi yang selamat itu, kakinya seakan-akan ada yang menariknya turun dan dia tak bisa melepasnya.

Sedangkan mahasiswi asal Takalar itu, mayatnya baru ditemukan keesokan harinya di tempat ia tenggelam. Pencarian pun dilakukan dengan berbagai kesulitan karena hari sudah malam. Namun jasad mahasiswa dari Takalar bisa didapat malam itu juga.

Sementara pencarian mahasiswa asal Bulukumba yang cukup memakan waktu, walaupun telah dibantu oleh tim SAR. Nanti setelah dilakukan ritual pemotongan ayam, baru ditemukan mayatnya mengambang di tempat itu pula.

Menurut warga setempat, sungai Walanae dan sungai Cenranae sebenarnya memiliki kehidupan masyarakat gaib di dalamnya. Di sepanjang sungai itu terdapat kerajaan sungai yang tak dapat dilihat dengan mata telanjang, karena berada pada dimensi lain yaitu alam gaib yang hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang diberi penglihatan batin oleh Tuhan.

Hal ini pun diakui oleh masyarakat sekitar dan mereka pun sering memberikan penghormatan kepada mereka dengan melakukan ritual-ritual tertentu apabila akan melakukan suatu hajatan.

Dari cerita warga setempat, adapun susunan pemerintahan kerajaan gaib di kedua sungai tersebut adalah sebagai berikut:

1. Puang Nipa-Nipa

Ia merupakan raja di sungai Walanae dan Cenranae. Tempatnya di daerah Nipa-Nipa, Pallime. Kemunculannya kerap bertiga dengan permaisurinya serta salah satu anak perempuannya. Kesaktiannya ialah apabila ia ingin mengambil orang yang bersalah, walaupun berada di atas gunung akan ditariknya hingga ke sungai.

2. Puang Sumpang Opo

Jabatannya sebagai penasihat kerajaan. Tempatnya di bawah jembatan Sumpang Opo perbatasan kabupaten Bone dan Wajo. Adapun ciri-cirinya kulitnya agak gelap dan matanya agak picak seperti katarak.

3. Puang Lagellang

Jabatannya sebagai Perdana Menteri Kerajaan. Tempatnya di sepanjang sungai Walanae dan Cenranae. Ciri-ciri tubuhnya berwarna kekuning-kuningan dan di alamnya memiliki wajah sangat tampan.

4. Puang Sulilie Daeng Masserang

Jabatannya sebagai Panglima Perang Kerajaan. Tempatnya di daerah Sulilie desa Pakkasalo. Ciri-ciri tubuhnya agak gelap dan memiliki tubuh yang sangat besar, seperi kapal kayu. Di alamnya, ia tak pernah memakai baju, bertelanjang dada dan sering memakai ikat kepala.

5. Puang Maggalatung

Jabatannya sebagai Menteri Wanita Kerajaan. Tempatnya di desa Cenrana, tepat di depan masjid Cenrana. Ciri-ciri tubuhnya berwarna putih.

6. Puang Labellang

Jabatannya adalah Kurir Kerajaan. Tempatnya di sungai Unyi tepat di belakang Masjid Raya Uloe. Ciri-ciri tubuhnya bergaris-garis belang.

7. Puang Pakkasalo

Jabatannya sebagai Dewan Pemerintahan seperti Sekretaris Kerajaan. Tempatnya di pertigaan pertemuan Sungai Walanae, Cenranae, dan Unyi. Kemunculannya sangat jarang didapati. Ia hanya muncul apabila ada isyarat banjir besar yang akan menimpa desa-desa di sekitar sungai itu.

8. Puang Lacella’ Pili

Menjabat sebagai menteri penerangan dan intelejen. Tempatnya sepanjang sungai Walenae. Ciri-cirinya berkerudung merah dan kedua pipinya berwarna kemerahan. Ia kadang menampakkan diri tapi tidak mengganggu.

Namun ia yang melapor kepada penguasa lainnya apabila menemukan orang yang berkata sombong sewaktu turun di sungai.

Nah, merekalah para pembesar-pembesar kerajaan yang menjalankan “pemerintahan gaib” di sepanjang sungai Walenae.

Keterangan tersebut di atas dikumpulkan dari berbagai sumber yang sering berhubungan langsung dan pernah mengalami hal-hal aneh tentang mereka.

Berdasarkan investigasi dapat dikatakan, bahwa penampakan berupa wujud buaya yang sering disaksikan oleh orang-orang sekitar adalah penampakan yang bukan sebenarnya, karena mereka adalah mahluk gaib dari kalangan jin yang memiliki tubuh gaib yang tak kasat mata.

Jadi bentuk buaya yang sering mereka lihat adalah piaraan atau kendaraan mereka di sungai, seperti pada manusia yang memiliki kuda untuk alat transportasi.

Untuk berinteraksi dengan manusia atau yang sifatnya material mereka butuh wadah atau sarana berinteraksi yang berwujud material yang barang tentu dengan memilih buaya yang sifatnya material sebagai alat untuk berhubungan dengan manusia.

Beberapa golongan jin memakai sarana ular, penyu, gurita dan ikan duyung sebagai alat berinteraksi dengan manusia supaya keberadaannya di bumi dapat diketahui dan dihargai.

Manusia yang memiliki indera keenam atau penglihatan batin, mereka biasanya bisa berhubungan langsung dengan wujud yang sebenarnya. Itulah kisah misteri kerajaan gaib yang bertakhta di sepanjang Sungai Walenae.

Sebagai tambahan, Walenae berasal dari kata Wae dan Lenna. Wae artinya air sedangkan Lenna artinya  sungai. Sungai yang agak kecil disebut “salo” dan sungai besar disebut “lenna”.

Sungai Cenrana dan Walenae di zaman dahulu kapal-kapal besar pengangkut logistik tentara Belanda bisa berlayar dari Teluk Bone masuk Pallime, Uloe sampai sandar di Ajangale.

Bahkan di tahun 70-an kapal besar masih bisa sandar di Uloe sekitar pasar. Namun saat ini terjadi pendangkalan sungai sehingga hanya perahu kecil yang bisa melintas.(Bknews/A.Ismail).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Redaksi Bentang Khatulistiwa News

Warga BTN Bumi Cilellang Mas Kelurahan Toro Kabupaten Bone Dambakan Perbaikan Akses Jalan