Bisakah Seorang Imigran Yang Menikahi Wanita Lokal Mendapatkan Ijin Tinggal?


Www.newsbentang.com // Jakarta - Terlebih dahulu kami nyatakan, bahwa KITAS/KITAP yang Anda maksud dalam pertanyaan Anda di atas, kami maknai sebagai Izin Tinggal Terbatas (ITAS) atau Izin Tinggal Tetap (ITAP) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (“UU 6/2011”).

Refugee dalam terjemahan bahasa Indonesia diartikan sebagai pengungsi. Dalam hal ini, pengungsi yang Anda maksud dalam pertanyaan Anda, kami maknai sebagai orang yang mengungsi dari suatu Negara asing ke Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam 1951 Convention Relating to the Status of Refugees (“Konvensi 1951”). Hanya saja, Konvensi 1951 ini belum menjadi hukum positif di Indonesia sebab belum diratifikasi, sehingga belum dapat untuk diberlakukan sebagai dasar hukum yang sah.

Aturan-aturan mengenai tata cara keluar masuknya orang ke Indonesia diatur dalam UU 6/2011. Dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU 6/2011, yang menyebutkan:

“Setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia wajib memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan masih berlaku.”

Diatur bahwa setiap orang yang masuk maupun yang keluar wilayah Indonesia harus memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku. Maka dalam hal ini, menurut informasi yang Anda berikan di atas, maka warna negara asing ("WNA") yang Anda sebut sebagai seorang “refugee” atau pengungsi tersebut adalah WNA yang tidak memiliki dokumen perjalanan yang sah, sehingga melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam UU 6/2011.

Pengaturan lebih lanjut mengenai “refugee” atau pengungsi dari negara lain yang masuk ke Indonesia tidak sesuai dengan ketentuan dalam UU 6/2011 dapat dilihat di dalam ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-1489.UM.08.05 Tahun 2010 tentang Penanganan Imigran Ilegal (“Peraturan Dirjen Imigrasi tentang Penanganan Imigran Ilegal”). Dalam peraturan ini, refugee atau pengungsi disebut dengan istilah Imigran Ilegal. Pasal 1 angka 1 Peraturan Dirjen Imigrasi tentang Penanganan Imigran Ilegal menyebutkan:

“Dalam peraturan direktur jenderal ini yang dimaksud dengan: Imigran Ilegal adalah orang asing yang masuk dan atau berada di wilayah Indonesia tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”

Diatur bahwa yang dimaksud dengan Imigran Ilegal adalah WNA yang masuk atau berada di Indonesia secara tidak sah, sehingga seharusnya terhadap orang tersebut dikenakan tindakan keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Dirjen Imigrasi tentang Penanganan Imigran Ilegal, yang menyebutkan:

“Imigran Ilegal saat diketahui berada di Indonesia dikenakan tindakan keimigrasian”

Yaitu, berupa tindakan pendeportasian (Pasal 75 ayat (2) huruf f UU 6/2011) atau penempatan di tempat penampungan sementara (Ruang Detensi Imigrasi) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 83 ayat (1) huruf b dan huruf d UU 6/2011, yang menyebutkan:

“Pejabat Imigrasi berwenang menempatkan Orang Asing dalam Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi jika Orang Asing tersebut:

a.    ...;

b.    Berada di Wilayah Indonesia tanpa memiliki Dokumen Perjalanan yang sah;

c.    …;

d.    Menunggu pelaksanaan Deportasi;

e.    ….

Hanya saja, dalam hal imigran ilegal tersebut menyatakan keinginan untuk mencari suaka dan/atau karena alasan tertentu tidak dapat dikenakan pendeportasian, dikoordinasikan dengan organisasi internasional yang menangani masalah pengungsi dan/atau UNHCR untuk penentuan statusnya (Pasal 2 ayat (2) Peraturan Dirjen Imigrasi tentang Penanganan Imigran Ilegal).

Imigran ilegal dapat tidak dipermasalahkan status izin tinggalnya selama berada di Indonesia dalam hal (Pasal 3 ayat (1) Peraturan Dirjen Imigrasi tentang Penanganan Imigran Ilegal):

a.    Telah memperoleh Attestation Letter atau surat keterangan sebagai pencari suaka dari United Nations High Comissioner for Refugees (“UNHCR”); atau

b.    Berstatus sebagai pengungsi dari UNHCR.

Dalam ketentuan ini, diatur bahwa Imigran Ilegal yang berada di Indonesia dapat tidak dipermasalahkan izin tinggalnya dalam hal telah memperoleh Attestation Letter (surat keterangan sebagai pencari suaka) atau berstatus sebagai pengungsi yang dikeluarkan oleh UNHCR selaku Komisariat Tinggi PBB untuk pengungsi yang berkedudukan di Indonesia.

Sehingga, berdasarkan penjelasan kami di atas, dapat dimaknai bahwa seorang imigran ilegal tidak dimungkinkan untuk memperoleh ITAS maupun ITAP, dikarenakan, yang pertama, imigran ilegal tersebut dikatakan sebagai imigran ilegal adalah karena tidak memiliki dokumen perjalanan yang sah, seperti visa, yang merupakan syarat utama untuk memohonkan ITAS maupun ITAP sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 48 ayat (2) UU 6/2011:

“Izin tinggal diberikan kepada orang asing sesuai dengan visa yang dimilikinya.”

Yang kedua, bahwa imigran ilegal hanya diperkenankan tinggal sementara waktu di tempat yang telah ditentukan di bawah pengawasan petugas imigrasi, sebelum ditempatkan ke Negara ketiga oleh UNHCR. Hal ini dapat dipahami, dari ketentuan yang terdapat di dalam Formulir Surat Pernyataan Pengungsi Yang Terlampir Dalam Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi tentang Penanganan Imigran Ilegal, yang menyebutkan:

“Saya mengerti bahwa Direktorat Jenderal Imigrasi Republik Indonesia mengizinkan Pengungsi.... tinggal di tempat yang ditentukan diluar rumah detensi imigrasi selama para pengungsi tersebut dalam proses penempatan ke Negara ketiga....”

Oleh karena itu, untuk menjawab pertanyaan Anda yang pertama, bahwa seorang “refugee” atau pengungsi atau imigran ilegal tidak dimungkinkan untuk memperoleh ITAS atau ITAP menurut hukum Indonesia, tidak menjadi persoalan, apakah imigran ilegal tersebut memperoleh surat keterangan suaka atau status sebagai pengungsi dari UNHCR.

Terkait dengan pertanyaan Anda yang kedua, sama halnya sebagaimana kami menjawab pertanyaan Anda yang pertama, yaitu seorang “refugee” atau pengungsi atau imigran ilegal, berdasarkan argumentasi kami di atas, untuk memperoleh ITAS/ITAP-pun tidak dimungkinkan, apalagi untuk memperoleh kewarganegaraan, ditambah lagi salah satu syarat bagi WNA untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia adalah mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 9 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, yang menyebutkan:

Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.    telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;

b.    pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;

c.    sehat jasmani dan rohani;

d.    dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

e.    tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;

f.     jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;

g.    mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan

h.    membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.

Menurut kami, syarat tersebut tidak mungkin untuk dipenuhi oleh seorang “refugee” atau pengungsi atau imigran ilegal, karena menurut ketentuan dalam Lampiran Formulir Surat Pertanyaan Pengungsi, poin 4 Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi tentang Penanganan Imigran Ilegal pengungsi harus taat terhadap peraturan yang berlaku di Indonesia, termasuk tidak boleh mencari kerja serta melakukan kegiatan yang berhubungan dengan mendapat upah.

Selanjutnya, terkait dengan pertanyaan Anda yang ketiga, mengenai perkawinan yang Anda maksud dalam pertanyaan Anda, perlu untuk kami jelaskan, bahwa perkawinan yang sah menurut hukum Indonesia adalah perkawinan yang dilangsungkan menurut hukum Indonesia. Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU 1/1974), yang menyebutkan:

(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Maka perkawinan yang dilangsungkan secara agama, baru dianggap sah oleh Negara setelah dicatatkan di Kantor Urusan Agama untuk yang Bergama Islam dan di Kantor Catatan Sipil untuk yang beragama Non-Islam.

Kemudian perlu dilihat juga ketentuan Pasal 56 ayat (1) UU 1/1974, yang menyebutkan:

“Perkawinan di Indonesia antara dua orang warga negara Indonesia atau seorang warga negara  Indonesia dengan warga negara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warga negara Indonesia tidak melanggar ketentuan Undang-Undang ini.”

Maka, dengan status sebagai seorang “refugee” atau pengungsi atau imigran ilegal, maka tidak mungkin bagi WNA yang Anda maksud dalam pertanyaan Anda dapat melangsungkan perkawinan menurut hukum Indonesia, karena orang tersebut tinggal di Indonesia secara tidak sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, dan sekalipun mendapat status sebagai pencari suaka atau status pengungsi dari UNHCR, tetap saja imigran ilegal tersebut tidak dapat dimungkinkan untuk melangsungkan perkawinan di Indonesia, sebab ia hanya diizinkan tinggal sementara sebelum dipindahkan ke Negara ketiga, yang tidak diperkenankan untuk melakukan suatu kegiatan apapun sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Tentang Penanganan Imigran Ilegal.

Oleh karena itu, sekalipun imigran ilegal tersebut telah menikah secara agama dengan WNI, namun pernikahan tersebut tetap tidak akan bisa mendapat pengakuan dari Negara.

Demikian jawaban kami atas pertanyaan Anda. Semoga bermanfaat. Terimakasih.

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia;

3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian;

4. Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-1489.UM.08.05 Tahun 2010 tentang Penanganan Imigran Ilegal.

(If Hkm)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengungkap Misteri Kerajaan Gaib Sungai Walanae Di Kabupaten Bone

Redaksi Bentang Khatulistiwa News

Warga BTN Bumi Cilellang Mas Kelurahan Toro Kabupaten Bone Dambakan Perbaikan Akses Jalan